[Siaran Pers] Survei Penilaian Integritas, Ciptakan Kesadaran Risiko Korupsi dan Upaya Pencegahan di Pemerintahan
Foto: Para narasumber pada kegiatan Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) dengan tema “Optimasi Respon Rate SPI” di PangkalPinang (16/5)
Pangkalpinang, 16/05/2024 – Pendidikan antikorupsi diperlukan untuk melahirkan generasi masa depan dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Di saat yang sama, penilaian integritas diperlukan sebagai efisiensi sumber daya serta menghasilkan perbaikan yang terintegrasi dengan nilai tambah. Salah satunya, Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dikembangkan oleh KPK sebagai alat ukur risiko korupsi pada instansi publik seperti Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan berbagai kegiatan sosialisasi untuk meningkatkan keterlibatan dan pemahaman tentang SPI. Termasuk Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) dengan tema “Optimasi Respon Rate SPI” yang berlangsung di Kota PangkalPinang, Kepulauan Bangka Belitung (16/5).
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong, yang hadir secara daring menjelaskan bahwa kolaborasi penting dilakukan bersama jejaring badan koordinasi kehumasan dan Dinas Kominfo seluruh Indonesia.
“Bersama-sama kita perlu berpartisipasi dan melakukan amplifikasi terkait Survei Penilaian Integritas 2024, melalui berbagai kanal komunikasi sebagai upaya mempercepat penyebaran informasi,” ujar Usman.
Melalui kesempatannya, Usman juga mengajak humas Kementerian/Lembaga untuk ikut terlibat dalam menyebarkan informasi melalui kanal komunikasi yang dimiliki.
“Komunikasi publik perlu ditingkatkan dan dijalankan dengan memaksimalkan kanal-kanal komunikasi pemerintah. Karena itu, kami mengajak seluruh pemangku kepentingan baik pusat maupun daerah untuk berpartisipasi menyukseskan diseminasi SPI,” ajak Usman.
Foto: Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong, yang hadir secara daring pada Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) dengan tema “Optimasi Respon Rate SPI” di PangkalPinang (16/5)
Memasuki kali ketiga penyelenggaraan sosialisasi SPI melalui kerja sama Kemkominfo dan KPK, Ahli Muda Direktorat Monitoring KPK, Wahyu Dewantara Susilo, menjelaskan bahwa kehadiran SPI tidak hanya menjadi alat ukur risiko korupsi namun juga untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong perbaikan sistem antikorupsi. KPK melibatkan langsung partisipasi publik, sehingga penilaian yang muncul diperoleh dari pemangku kepentingan, pengguna layanan, dan eksper dari masing-masing instansi.
“Responsnya dari tahun ke tahun terus meningkat, pertama kali hanya sebesar 16% dan hingga di tahun 2023 berhasil meningkat ke angka 550 ribu responden atau 21% response rate,” jelas Wahyu.
Meski begitu, tingkat respons SPI terus didorong untuk mencapai hasil optimum. Hal ini dikarenakan, Indeks Integritas Nasional masih menunjukkan Indonesia rentan terhadap tindak korupsi.
“Persoalan korupsi adalah masalah kita bersama, nilai sementara mendapatkan 70.97 yang dari nilai ini maka Indonesia masih termasuk ke dalam kategori rentan korupsi,” tambah Wahyu.
Kerentanan terbesar dijelaskan Wahyu, terjadi pada Pemerintah Daerah. Sebanyak 338 dari 541 atau 62% Pemerintah Daerah berada pada kategori rentan. KPK dalam hal ini melakukan upaya guna mengoptimasi response rate seperti berkolaborasi dengan KLPD untuk meningkatkan kredibilitas SPI, menyebarkan link undangan dari saluran resmi dan terpercaya, hingga menjaga keamanan dan kerahasiaan responden.
Berbicara tentang korupsi, tak lepas dari upaya suap dan gratifikasi. Kepala Satgas SPI Gratifikasi dan Komunikasi KPK, Anjas Prasetyo, menyebut bahwa pemberian hadiah dari pihak ketiga juga termasuk ke dalam gratifikasi.
“Soal gratifikasi penting untuk selalu digaungkan karena praktik ini merupakan bentuk praktik korupsi yang paling mudah dan gratifikasi ini juga menjadi salah satu poin penilaian dalam SPI,” jelas Anjas.
Skor SPI yang didapatkan, dapat dijadikan indikator untuk melihat posisi instansi dalam memerangi korupsi. Publik dapat melihat tingkat kerawanan dan upaya pencegahan korupsi di berbagai daerah Indonesia lewat laman jaga.id.
Berbicara soal implementasi SPI dan tindak lanjutnya di Kota Pangkalpinang, Penjabat (Pj.) Wali Kota Pangkalpinang, Lusje Anneke Tabalujan, menyampaikan bahwa pemerintah kota tidak hanya mengimbau berbagai instansi namun juga terus berupaya agar pengguna layanan/pihak eksternal dapat menerapkan perilaku antikorupsi ketika berhubungan dengan instansi.
“Kami juga telah meningkatkan sistem antikorupsi terkait penyediaan media pengaduan/pelaporan masyarakat terkait korupsi, perlindungan pelapor antikorupsi, dan memberi kepastian bahwa laporan tersebut akan ditindaklanjuti,” jelas Lusje.
Perbaikan mendasar dan menyeluruh dalam upaya meningkatkan prosedur layanan dijelaskan pula oleh Inspektur Daerah Kota Pangkalpinang, Muhamad Syahrial.
“Kami melakukan penyederhanaan proses bisnis yang tetap berada dalam koridor peraturan perundang-undangan. Rencana aksinya berupa penerapan sistem perizinan berusaha dan non berusaha yang terintegrasi secara elektronik pada setiap layanan yang ada di DPMPTSP NAKER,” jelas Syahrial.
Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (FIRTUAL) dengan tema “Optimasi Respon Rate SPI” berlangsung secara hybrid di Novotel Bangka Hotel and Convention Centre dan melalui Zoom Meeting serta YouTube Ditjen IKP Kominfo. Kegiatan ini diharapkan dapat mengoptimalisasi sosialisasi dan diseminasi berbagai informasi tentang korupsi dan SPI. Juga, diharapkan dapat meningkatkan partisipasi berbagai instansi pemerintah untuk menyukseskan SPI melalui berbagai saluran komunikasi internal dan eksternal.