Buat Ruang Aman Bagi Perempuan
Ilustrasi Perempuan Korban Kekerasan (Source: Tinnakorn jorruang, Shutterstock)
Pemerintah pada Juli lalu mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Koordinasi dan Pemantauan, Pelaksanaan, Pencegahan, dan Penanganan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Pengesahan Perpres ini untuk mendukung Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang diharapkan dapat melindungi perempuan dan anak dari berbagai bentuk kekerasan seksual secara menyeluruh.
Untuk mendorong proses koordinasi dari implementasi UU TPKS, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berkoordinasi dengan berbagai pihak, menyiapkan modul materi TPKS agar pemberian sanksi dan proses persidangan dapat berperspektif gender sehingga korban dapat mengakses hak atas keadilan, penanganan dan pemulihan.
Ruang aman bagi perempuan penting untuk terus diwujudkan. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam Catatan Tahunan (CATAHU) 2023, mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan sebanyak 289.111 kasus selama tahun 2023.
Catatan tersebut merekam berbagai jenis kekerasan terhadap perempuan, yang terjadi dalam berbagai bentuk. Kasus tertinggi adalah Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KBSE), diikuti dengan pelecehan seksual fisik, kekerasan seksual lain, dan perkosaan di ranah personal. Permasalahan kekerasan terhadap perempuan, begitu erat kaitannya dengan relasi kuasa. CATAHU 2023 menunjukkan karakteristik korban yang lebih muda dan lebih rendah pendidikannya dari pelaku.
Sementara itu data yang dirilis Kementerian PPPA melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), menunjukkan sebanyak 13.205 perempuan menjadi korban kekerasan sejak Januari 2024 hingga saat ini. Mayoritas kasus kekerasan terjadi di rumah tangga dan banyak korban masih berusia pelajar.
Untuk itu, penting bagi kita saling melindungi dan sadar atas kekerasan terhadap perempuan. Beberapa jenis kekerasan terhadap perempuan meliputi:
Kekerasan fisik: perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat
Kekerasan psikologis/psikis: perbuatan yang menyebabkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Hal ini meliputi intimidasi, penganiayaan, dan bentuk ancaman berupa ditinggalkan atau disiksa, dikurung di rumah, ancaman untuk mengambil hak asuh anak-anak, penghancuran benda-benda, isolasi, agresi verbal dan penghinaan terus menerus
Kekerasan seksual: pemaksaan hubungan seksual lewat ancaman dan intimidasi. Korban dipaksa berhubungan seksual tanpa keinginan, atau memaksakan keinginan itu pada orang lain
Eksploitasi: tindakan memanfaatkan seseorang secara sewenang-wenang atau terlalu berlebihan hanya untuk kepentingan ekonomi tanpa mempertimbangkan keadilan, kepatutan serta juga kompensasi kesejahteraan
Penelantaran: perbuatan melepaskan tanggung jawab yang biasanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki hubungan keluarga
Kekerasan lainnya: misal perundungan
Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan yang perlu disikapi serius mengingat banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak dilaporkan, sehingga data kekerasan sesungguhnya bisa jadi lebih besar. Banyak korban tidak menyuarakan apa yang mereka alami dengan berbagai alasan seperti takut, malu, mendapat konsekuensi sosial, dan lainnya.
Melalui kampanye Dare to Speak Up Kementerian PPPA mendorong korban untuk berani bicara. Gerakan ini menekankan perempuan yang berani bersuara akan mendorong penyintas kekerasan lain untuk turut berani melapor, sehingga bisa mendapatkan keadilan dan layanan yang dibutuhkannya, serta memberikan efek jera terhadap pelaku.
Untuk mempermudah aduan, korban dapat menghubungi layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) pada nomor 129 atau WhatsApp +628-111-129-129. Ada enam standar pelayanan SAPA 129, yakni pengaduan masyarakat, pengelolaan kasus, penjangkauan korban, pendampingan korban, mediasi, dan penempatan korban di rumah aman. Masyarakat yang melihat, mendengar, dan mengetahui adanya tindak kekerasan juga dapat ikut melapor ke layanan SAPA.
Mari bersama menciptakan ruang aman bagi perempuan dan anak-anak, baik di ruang publik maupun virtual. Berani bersuara melawan kekerasan.